Toba, Tapanuli.ID – Pembangunan UPT Puskesmas Tandang Buhit Balige yang merupakan program pemenuhan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Toba yang bersumber dana DAK T.A 2024 dengan nilai kontrak sebesar 5.530.582.196 rupiah tengah diperbincangkan masyarakat.
Pasalnya, informasi yang beredar, keterlambatan waktu pengerjaan diakibatkan adanya permasalahan antara rekanan dengan warga di Kelurahan Pardede Onan, Balige.
Harapan Napitupulu mewakili rekanan menguraikan proses pelaksanaan pengerjaan yang seharusnya dilaksanakan selama 150 hari kerja sejak tanggal 09 Juli 2024 hingga 05 Desember 2024, namun faktanya membutuhkan penambahan waktu kerja.
“Pembangunan sudah 100 persen cuma ada yang kurang-kurang untuk catnya harus kami benahi supaya tidak ada temuan. Berhubung masa kontrak tidak bisa diperpanjang lagi, permintaan dari rekanan diluar addendum untuk dapat menyelesaikan kekurangan,” sebut Harapan Napitupulu.
Terkait adanya permasalahan antara warga dengan pihak rekanan, dijelaskan, pihaknya dapat memulai pekerjaan setelah situasi di lapangan dinyatakan kondusif.
“Masalah masyarakat sudah dikondisikan melalui sosialisasi dengan warga. Waktu kami mau melakukan pembangunan di Puskesmas Tandang Buhit Balige itu yang menghempang kami waktu mau memulai sehingga pelaksanaan terhambat, ada masyarakat yang mengatasnamakan pihak Pardede,” tuturnya.
Kondisi ini kemudian dilaporkan kepada dinas terkait untuk dilaksanakan sosialisasi.
“Kami memulai pekerjaan karena sudah dikondusifkan oleh pemerintah melalui dinas terkait. Kami berbicara right on the table, buat perjanjian dari pihak PT Jasa Mandiri sudah bersosialisasi dengan pemilik lahan dan yang menyerahkan lahan tersebut kepada pihak pemerintah.
Kita tidak tahu-menahu masalah pekerjaan kami diberhentikan karena apa sehingga orang itu muncul. Kami menganggap bahwa yang kami ajak sosialisasi itu sudah masyarakat dan yang memiliki hak sebagai ahli waris daripada pihak Raja Bona ni Onan Pardede,” sambungnya.
Tindakan penghentian yang dilakukan pada bulan Juli oleh oknum, diakui, mengakibatkan rekanan tidak bisa bekerja selama hampir satu bulan setelah penandatangan kontrak kerja.
“Sosialisasi dilakukan diluar kantor, di suatu tempat dan ada penatua-penatua Pardede dan bercerita bagaimana alur penyerahan tanah diserahkan kepada pemerintah. Dan ada juga dokumentasi saat pertemuan,” sambungnya.
Senada disampaikan PPK Pembangunan UPT Puskesmas Tandang Buhit, Jafar Aritonang mengatakan rekanan diberi penambahan waktu dan dalam waktu dekat pekerjaan akan diserahterimakan.
“Ada addendum, pemberian kesempatan lah kita berikan. Itu sebenarnya hak pemborong itu untuk pemberian kesempatan. Jadi pemborong berhak meminta kesempatan. Namun tergantung PPK berapa hari diberikan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Jafar menjelaskan jika keterlambatan akibat bencana alam (force major) maka tidak dikenakan denda. Namun jika diakibatkan kelalaian oleh pihak rekanan tentu dikenakan denda.
“Kondisi itu kelalaian rekanan makanya kita denda orang itu 1 per mil per hari dari besaran anggaran,” terangnya.
Proses pembangunan puskesmas tersebut, diakui terkendala akibat permasalahan antara rekanan dengan warga sekitar.
“Ada permasalahan sedikit akibat kurang komunikasi dan bisa kita mediasi. Awalnya saat hendak membongkar puskesmas, ada beberapa orang yang mengatakan bahwa itu hak mereka sehingga pekerja diberhentikan untuk membongkar dengan alasan, belum jelas penyerahannya ke Pemda,” sambungnya.
Dalam mediasi yang dihadiri oleh rekanan, warga dan dinas terkait menghasilkan kesepakatan setelah klarifikasi terkait penyerahan lahan kepada pemerintah.
Terhadap penetapan denda yang dikenakan sejak berakhirnya pekerjaan sesuai kontrak kerja, Jafar menjelaskan bahwa pihak rekanan meminta petunjuk.
“Kami kenakan denda dari tanggal 6 hingga 23 Desember 2024 sebesar Rp.5,5 juta per hari. Kemudian rekanan datang dan mengakui, pada awal saat pembongkaran bangunan lama ada oknum yang menghempang dan mengakibatkan pekerjaan terhenti selama 1 minggu lebih,” sambungnya.
Hasil koordinasi dengan inspektorat Toba, rekanan diberi waktu penyelesaian hingga 31 Desember 2024 namun tetap dikenakan denda.
“Kami bersama kadis kesehatan menganjurkan untuk meminta petunjuk kepada inspektorat. Kejadian yang diakibatkan oleh warga tersebut, menurut inspektur adalah merupakan kahar.
Lalu rekanan diberikan kesempatan hingga 31 Desember 2024 dengan catatan tetap dikenakan denda dengan maksud untuk mengurangi denda akibat kahar, maka inspektur menyarankan melengkapi dokumen administrasi sebagai bukti dinyatakan kahar,” lanjutnya.
Rekanan selanjutnya melengkapi surat untuk mengurangi denda dari yang seharusnya 18 hari denda dikurangi 7 hari maka tersisa 11 hari.
Terpisah, salah seorang warga sekitar lokasi pembangunan, Bernard Pardede (40) menyayangkan sikap rekanan yang dinilai kurang peduli dengan lingkungan.
“Sampai detik ini tidak pernah ada sosialisasi, sampai selesai pembangunan pun tidak pernah dari awal hingga akhir. Pemberitahuan dari kelurahan pun tidak pernah ada,” ujar Bernard Pardede, Senin (13/01/2025).
Dirinya menepis pernyataan menghambat pembangunan tersebut.
“Kalau setahu saya, sampai detik ini tidak pernah ada pemberhentian pekerjaan. Karena kalau seandainya ada pemberhentian pekerjaan, pasti akan sampai ke kami atau sampai di kelurahan atau pihak-pihak yang terkait, terlebih trantib,” ujarnya.
Sejumlah keluhan yang disampaikan langsung kepada pihak rekanan, diakui tidak pernah diiindahkan.
“Kami pernah menyampaikan komplain disaat pembangunan terkait dengan ada nya tutup Ipal yang rusak yang mengakibatkan warga terhalang. Memang diganti tetapi tidak pas dengan yang sebelumnya jadi tidak bisa digunakan, kita sampaikan langsung ke rekanan.
Dan juga kita minta dibuatkan rambu karena berada di wilayah pemukiman, keluar masuknya alat berat sama mobil yang membawa bahan, namun tidak pernah dibuatkan rambu itu”, sebutnya.
Mereka kerap mengeluh karena pembangunan puskesmas tersebut berlangsung hingga larut malam. Namun, pihak rekanan tak pernah berkoordinasi dengan warga sekitar terkait hal itu.
“Keluhan lain, di saat-saat terakhir itu mereka kan ada kerja hingga larut malam, itu juga tidak ada sosialisasi ke kita padahal kita kan butuh istirahat, kita tiba-tiba dengar kok masih ada yang kerja sampai jam segini. Itu juga kita komplain,” sambungnya.
“Kalau ada yang seperti itu sebenarnya pemberitahuan lah ke warga, tapi itu pun tidak dilaksanakan. Maunya komunikasi antara pihak rekanan mestinya ke masyarakat harus ada,” terangnya.
Menurutnya, pihak rekanan kurang mengindahkan komunikasi dengan warga sekitar.
“Terlebih karena mereka juga yang terdampak, yang makan debu semen nya, maunya mereka ngobrol lah. Itu sih sebenarnya harapan kita,” pungkasnya. (Chris)
Discussion about this post