Siborongborong – Terik siang mulai reda saat tiba di Desa Pansurnapitu, Siatas Barita. Bagi warga kota Tarutung dan sekitarnya, kawasan ini lumayan dikenal dengan bangunan gereja HKBP yang besar dengan arsitektur unik. Namun kunjungan kami kali ini tak lain hanya untuk berkunjung di kebun salak yang terkenal disana.
Di desa perlintasan yang tenang ini ada sebuah kebun salak (parsalakan) yang cukup luas, dan cocok untuk bersantai melepas lelah perjalanan. Dari arah Tarutung, sesaat sebelum menjumpai gereja HKBP Pansurnapitu, ada jalan kecil masuk ke pedesaan di sebelah kanan kita. Kecil, tapi masih bisa dimasuki kendaraan roda empat dengan wajar.
Setelah menempuh jalan sekitar 200 meter dan bertanya ke penduduk setempat yang ramah, kamipun menepi dan melanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 100 meter ke dalam. Walaupun tak ada penunjuk jalan, tapi lokasi ini cukup mudah didapat. Ya, hanya dengan bertanya.

Lelah pun terbayar sudah, rindangnya dedaunan pepohonan salak yang khas menyapa kami, seolah mengundang untuk masuk lebih dalam. Didepan pintu masuk kebun salak ini kami segera disapa oleh ibu Boru Panggabean, pemilik kebun salak ini. Kamipun segera memesan sepiring salak untuk kami nikmati di dalam kebun salak.
Teduh, sejuk dan tenang. Begitulah kesan yang kami nikmati saat memasuki kebun salak. Di dalamnya tersebar beberapa pondok kecil untuk pengunjung duduk sambil menikmati suasana. Tak hanya rindangnya parsalakan, hati juga terhanyut menatap aliran sungai Aek Godang. Jangan lupa ber swafoto.

Bagi yang membawa anak-anak kecil kesini mungkin perlu agak diawasi aktivitas si buah hati, mengingat duri-duri pohon salak yang cukup panjang dan tajam. Rangkaian salak-salak muda yang menyeruak dari pangkal pelepah daun salak memang menggoda anak-anak untuk memetiknya. Namun sebaiknya pengunjung cukup meminta pemilik kedai untuk memilihkan yang matang untuk dinikmati.
“Tinggal mintakan saja kepada kami untuk memetik salaknya, karena pengunjung belum tahu mana salak yang sudah masak”, kata Ibu Boru Panggabean, pemilik kedai parsalakan ini.
Buah salak di kebun ini sangat berdaging, renyah, berair, dan tentunya, manis. Sepiring salak dengan tempo singkat dengan sangat mudah. Dan keinginan untuk membagikan pengalaman menikmati salak manis ini kepada kerabat membuat kita tak berpikir panjang untuk memesannya untuk dibungkus barang beberapa kilo.

harganyapun lebih murah daripada harga salak di pasar. Dengan kisaran sepuluh ribu rupiah perkilo, kita sudah bisa menggondol bungkusan berisi salak manis sebagai buah tangan. Hatipun enggan menawar mengingat harganya yang terjangkau.
Senjapun mulai melingkupi desa Pansurnapitu. Kami harus melanjutkan perjalanan kami. Ibu pemilik kedai mengucapkan selamat jalan dan semoga selamat di tujuan. Sangat melegakan saat menemui keramahan istimewa walaupun tanpa dihela promosi bombastis.

Satu lagi yang kami garisbawahi dari parsalakan ini. Kawasan ini terbilang bersih. pengelolanya terlihat serius untuk menjauhkan sampah plastik dari pandangan mata pengunjung. Pun begitu, kami menyarankan untuk memakai losion anti nyamuk supaya jejalan ke parsalakan ini lebih nyaman.
Discussion about this post