Tapanuli Selatan – Produksi kolang kaling Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, menjelang bulan Suci Ramadan 1440 H menurun drastis, dikarenakan masyarakat kesulitan mendapatkan bahan baku buah tersebut.
“Dibanding 2018 jelang Ramadhan pada 2019 ini jauh menurun,” kata Faisal Reza Pardede, salah seorang pedagang pengumpul kolang kaling di daerah tersebut yang dihubungi dari Sipirok, Senin.
Rendahnya budidaya pohon aren menjadi pemicu utama menurunnya jumlah produksi kolang kaling Sipirok yang sudah dikenal dan diminati hingga luar pulau Sumatera seperti pulau Jawa dan lainnya.
Selama ini usahanya masih mampu memproduksi dan mengirim sekitar 400 ton kolang kaling ke Pulau Jawa sepekan menjelang ramadhan, periode yang sama tahun ini baru terbutuhi sekitar 35 persen atau 150 ton.
Pengusaha muda Sipirok mendapatkan bahan baku kolang kaling ini dari daerah Kecamatan Arse, Sipirok, SD.Hole, sebagian dari Kecamatan Garoga Kabupaten Tapanuli Utara.
“Hanya saja akibat tidak ada peremajaan tambah pohon aren yang sudah mulai menua menyebabkan tingkat produksi menurun,” ujarnya.
Turunnya produktivitas dan tingginya permintan pasar kolang kaling menjadikan harga beli kolang kaling ditingkat petani menjadi naik antara Rp.6500 – Rp 7500/kilo.
Menurut Reza ‘pemaksaan’ panen tandan buah aren untuk keperluan air nira (bahan membuat gula merah) juga menjadi ancaman tersendiri terhadap tingkat produktif pohon aren tersebut.
“Tandan buah aren yang dipanen disaat masih muda akan dapat mengancam kelangsungan produksi pohon aren itu sendiri. Saya berharap masyarakat dapat kembali gencar membudidayakan pohon aren di wilayah ini,” katanya. (ANTARA)
Discussion about this post